SALAWAKU, Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) SPPD fiktif di Setda Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) di Pengadilan Tipkor Ambon, dengan terdakwa mantan Sekda KKT, Ruben Moriolkosu dan mantan Bendahara Pengeluaran Setda KKT, Petrus Masela.
Bupati KKT Periode 2017-2022, Petrus Fatlolon dan Piterson Rangkoratat serta sejumlah pihak dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa Moriolkosu dan Masela, Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (21/3/2024).
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dipimpin oleh majelis hakim diketuai oleh Rahmat Selang, didampingi Hakim anggota Agustina Lemabelwa dan Antonius Sampe Samine. Sementara kedua terdakwa mantan penjabat Bupati KKT Ruben B Moriolkossu dalam kapasitasnya sebagai mantan Sekda KKT dan terdakwa mantan mendahara pengeluaran Petrus Masela yang didampingi oleh tim penasehat hukum terdakwa.
Saat ditanya oleh JPU, maupun Majelis Hakim, Fatlolon akrab disapa PF menjelaskan, ketika dirinya menjabat ada Pakta Integritas dan SK Pelimpahan Kewenangan dalam pengelolaan keuangan kepada Sekda dan pimpinan SKPD.” Tentu pengelolaan keuangan teknisnya ada di mereka karena sudah ada pelimpahan kewenangan setiap tahun anggaran,”kata PF.
Soal, pemberian bantuan kepada sejumlah pihak, dia mengaku, hanya meneruskan permintaan bantuan kepada Sekda, selanjutnya Sekda yang meneliti dan menyeleksi apakah bisa diproses atau tidak, bila diproses maka sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku.
“Nah, tergantung Sekda, patuhi atau tidak. Kewenangan ada di Sekda melakukan telaan,”tegasnya.
Fatlolon mencontohkan, kematian Kadis Pertanian KKT, Reinhard Matatula di Jakarta, saat itu Moriolkosu lapor kepadanya.
“Saat itu, saya bilang koordinasi dengan keluarga dan tanyakan apa yang bisa kita bantu. Besoknya, Sekda lapor kepada saya bahwa jenazah dikebumikan di Kota Ambon. Ketika itu, kita ada di Suamlaki dan tidak bisa hadir karena Covod-19,”tuturnya.
Tak hanya itu, bantuan transportasi kepada 25 pendeta, dia mengaku, saat kegiatan dirinya diberitahu Kabag Humas dan Protokoler, Blendi Souhoka kalau ada bantuan anggaran untuk para pendeta sebelum acara dimulai.”Nah, oleh karena itu saya sampaikan dalam sambutan kalau ada bantuan biaya transport. Saya tidak tahu asal uangnya dari mana. Karena Sekda yang atur,” sebutnya.
Ketika ditanya, apakah semua itu berdasarkan instruksi, dia menegaskan, dirinya tidak pernah memberikan instruksi. “Saya hanya himbau. Bisa diikuti bisa tidak, yang semuanya harus sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku,”tandasnya.
Perintah menggunakan anggaran harus berdasarkan Telaan staf, Memo, dan Disposisi secara tertulis untuk ditindaklanjuti, bukan lisan. Kalau disetujui dilanjutkan. Kalau tidak ditolak “jelasnya.
Begitu juga kegiatan di Olilit dan orang tua Jusuf Silety meninggal, PF mengaku, tidak tahu menahu asal usul uang yang diserahkan Sekda.
“Saat itu, saya ada, Tapi Sekda yang menyerahkan uang. Saya tidak tahu asal usil uang tersebut,” ujarnya. (NN)