Ambon, SALAWAKU – Masyarakat Negeri Pelauw, Kabupaten Maluku Tengah menuding Negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) menciptakan konflik baru antara Negeri Pelauw dan Negeri Kariu.
Pasalnya hingga saat ini tuntutan masyarakat Negeri Pelauw saat kesepakatan Damai di Lt. VII belum dipenuhi, sementara Pemerintah Kabupaten memaksakan pemulangan pengungsi Kariu sehingga memantik penolakan masyarakat Negeri Pelauw dan Dusun Ori.
“Bagaimana kita bicara perdamaian sedangakan perdamaian yang dilakukan tanpa menyelesaikan akar permasalahan. Pemerintah daerah secara paksa melakukan perdamaian antara dua negeri ditengah-tengah luka masih menganga dan belum terobati. Jika demikian maka tentu pemerintah daerah dalam hal ini Pejabat Bupati Maluku tengah secara terang-terang ingin mengadudombakan kedua negeri yang telah bertikai dan terkesan menciptakan konflik baru,” tutur pemuda Negeri Pelauw Dery Talaohu dalam rilisnya yang diterima media ini, Selasa (20/12/2022).
Menurutnya, masyarakat Negeri Pelauw sudah capek hidup dalam konflik. Masyarakat Negeri Pelauw meyakini bahwa kehadiran warga Kariu juga merupakan warisan leluhur yang harus dijaga, oleh sebab itu masyarakat Negeri Pelauw menginginkan damai yang bukan karena paksaan tapi harus betul lahir dari hati masyarakat yang bertikai, bukan paksaan dari level atas karena sejatinya yang masyarakat Negeri Pelauw inginkan damai yang abadi, hidup berdampingan sesama orang basudara.
“Masyarakat Negeri Pelauw menginginkan basudara Kariu merayakan natal dengan penuh kedamaian. Masyarakat negeri Pelauw meyakini bahwa kehadiran mereka di saat kondisi yang belum kondusif seperti ini tentunya tidak akan merasakan kenyamanan dan kami meyakini masyarakat Kariu yang telah ikut pulang saat ini bukan karena kemauan dari hati tetapi karena mengikuti cara-cara negara yang mamaksa. Faktanya warga kariu yang datang didominasi oleh Ibu-ibu, anak-anak dan yang sudah umuran, ini berarti bahwa ada kekuatiran dan was-was atas kehadiran mereka di sini,” kata Talaohu
Dikatakan, beberapa point tuntutan dalam kesepakatan tersebut harus dipenuhi, antara lain:
- Bahwa Pemerintah Negeri Kariu harus membuat pernyataan untuk tidak lagi beraktivitas dan atau melakukan kegiatan dalam bentuk apapun pada wilayah tanah Uwarual.
- Bahwa dalam hal penghilangan dan pengrusakan batu pada situs keramat asari mahua, maka Pemerintah dan masyarakat Negeri Kariu harus meminta maaf kepada seluruh masyarakat Pelauw secara terbuka melalui forum resmi dan media cetak maupun eletronik.
- Bahwa Negara harus segera menggantikan seluruh kerugian masyarakat Negeri Pelauw akibat konflik, yakni terkait penebangan 6000 pohon cengkih dan pala, rusaknya kebun dan rumah kebun serta hewan ternak.
- Bahwa Negara segera mengusut tuntas pelaku penembakan warga Negeri Pelauw baik pada saat konflik maupun setelah konflik di wilayah Dusun Nama’a, termasuk memproses oknum polisi warga Kairu AIPDA STEFIAN LEATOMU yang saat konflik bertugas di Polsek Pulau Haruku dan sekarang sudah dipindahkan Polda Maluku, karena dialah biang kerok dan otak propokator dibalik terjadinya konflik.
“Apabila Negara telah menyelesaikan seluruh point tuntutan pada naskah perdamaian yang telah di tanda tangani bersama, maka kami masyarakat Negeri Pelauw akan menerima warga Kariu untuk kembali. Namun, jika belum terealisasikan maka kami mohon dengan sangat agar Negara jangan gegabah mengambil langkah memulangkan warga Kariu,” katanya
Ia menegaskan bahwa korban konflik bukan hanya warga Kariu, Warga Pelauw juga korban konflik, untuk itu, Negara jangan sampai tidak adil dan menyelesaikan persoalan konflik hanya dengan memulangkan warga Kariu.
“Masyarakat Pelauw menolak dikembalikan warga Kariu bukan tanpa alasan. Jika Negara belum menyelesaikan seluruh point kesepakatan damai tersebut, maka Negara harus segera mengembalikan warga Kariu ke tempat pengungsian atau direlokasi sementara. Jika tidak, maka jelas negara secara terang-terangan menciptakan konflik baru,” pungkasnya (*)