Ketua Garda Maningkamu Pelauw (GMP) Mithun Latuconsina
Malteng, SALAWAKU – Pemerintah daerah diminta untuk mempertimbangkan kembali rencana pemulangan paksa pengungsi Kariu, pasalnya hingga saat ini tuntutan masyarakat Negeri Pelauw belum sepenuhnya dipenuhi pemerintah.
Demikian disampaikan Ketua Garda Maningkamu Pelauw (GMP) Mithun Latuconsina dalam rilisnya yang diterima media ini, Sabtu (17/12/2022) malam.
Menurutnya, masyarakat Negeri Pelauw telah menerima kesepakatan damai antara Negeri Pelauw dengan Kariu yang di mediasi oleh Pemerintah Daerah pada tanggal 14 November 2022 yang lalu. Namun perlu menjadi catatan penting bahwa penandatanganan kesepekatan itu bukan diatas lembaran kosong.
“Bahwa ada lima point yang menjadi syarat yang harus direalisasikan oleh Pemerintah daerah,” tegas Latuconsina, Kelima point tuntutan tersebut yakni,
1. Pemerintah dan Masyarakat Negeri Kairu harus membuat pernyataan untuk tidak lagi beraktivitas dan atau melakukan kegiatan dalam bentuk apapun pada wilayah tanah Uwarual.
2. Terkait dengan penghilangan dan pengrusakan batu pada situs keramat asari mahua, maka Pemerintah dan masyarakat Negeri Kariu harus meminta maaf kepada seluruh masyarakat Pelauw secara terbuka melalui forum resmi dan media cetak maupun eletronik dan menunjukan kepada masyarakat Negeri Pelauw dimana batu keramat tersebut dihilangkan serta bersedia mengembalikan ke tempat yang semula.
3. Negara dan Pemerintah daerah harus segera menggantikan seluruh kerugian masyarakat Negeri Pelauw akibat konflik, yakni terkait penebangan 6.000 pohon cengkih dan pala, rusaknya kebun dan rumah kebun serta hewan ternak.
4. Negara dan Pemerintah daerah segera menetapkan Surat Keputusan (SK) sesuai dengan tapal batas wilayah adminsitrasi kedua Negeri (Pelauw dan Kariu) yang telah dilakukan oleh Pemerintah daerah bersama TNI dan Polri.
5. Bahwa Negara dan Pemerintah daerah segara mengusut tuntas pelaku penembakan warga Negeri Pelauw baik pada saat konflik maupun setelah konflik di wilayah Dusun Nama’a, termasuk memproses oknum polisi warga Kairu Aipda Stefian Leatomu yang bertugas di Polsek Pulau Haruku, karena masyarakat Pelauw menilai dialah biang kerok dan otak propokator dibalik terjadinya konflik.
“Bahwa syarat lima point ini telah menjadi kesepakatan bersama antara Negeri Pelauw, Kariu dan Pemerintah daerah. Tentu setiap syarat kesepakatan wajib dipenuhi oleh negara. Pemenuhan segalah tuntutan masyarakat negeri pelauw oleh negara merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam upaya mewujudkan perdamaian yang abadi bukan damai yang dipaksakan,” kata Latuconsina
Oleh sebab itu, lanjut Latuconsina, jika negara belum memenuhi syarat-syarat kesepakatan yang telah di tandatangani bersama, maka masyarakat Negeri Pelauw ingin menyampaikan kepada masyarakat Kariu agar tidak memaksakan diri untuk kembali serta jangan mengikuti cara-cara pemerintah yang terkesan memaksa kehendak untuk mendamaikan kita, jika segalah tuntutan masyarakat negeri Pelauw belum dipenuhi.
“Kami mencintai damai, kami ingin damai yang abadi bukan damai yang dipaksakan dan jangan ajari Negeri Pelauw tetang perdamaian karena kami salah satu mediator perdamaian konflik 1999. Dengan demikian kami masyarakat Negeri Pelauw dengan tegas dan masih tetap teguh pada sikap kami menolak pemulangan warga kariu jika tuntutan kami belum dipenuhi demi terciptanya hubungan baik hidup orang basudara,” pungkasnya. (*)