Ambon, SALAWAKU – Pansus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Maluku 2022 DPRD Maluku telah menerbitkan 20 pokok rekomendasi kepada pemerintah provinsi untuk ditindaklanjuti dalam rangka perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan.
Pokok-pokok rekomendasi tersebut diantaranya terkait tidak adanya penyusunan dokumen APBDP 2022 dan diganti dengan Peraturan Kepala Daerah dan indikator kinerja kunci tingkat inflasi 6,28 persen dari target inflasi 3,00 persen dengan tingkat capaian yang tidak memenuhi target berimplikasi pada melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Kemudian Indeks Pembangunan Manusia di Maluku 2022 yang lambat, masih terjadi disparitas pembangunan pada 11 kabupaten/kota, persoalan rotasi jabatan kepala OPD di bawah 1,3 tahun, hingga rasio perbandingan guru dengan murid 1:20 di tingkat SMU/SMK sederajat.
20 point dimaksud secara tidak langsung meniali bahwa Pemerintah Provinsi Maluku, dibawah kepemimpinan Gubernur Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno telah gagal.
Rekomendasi dalam bentuk puluhan poin yang terkesan menyudutkan Gubernur Maluku itu, ternyata memantik perhatian sejumlah pihak. Banyak yang menilai, jika DPRD menuding Gubernur gagal, maka sama saja dengan mengatakan diri sendiri.
Wakil Ketua Umum DPP KNPI, Saiful Chaniago, Rabu (10/5) kemarin mengatakan, respon DPRD Maluku dalam 20 butir poin terkait kinerja Pemerintah Provinsi Maluku dibawa kepemimpinan Murad Ismail dinilai sangat keliru.
“20 Poin tersebut dalam pandangan masyarakat memiliki nilai subjektif pada kepemimpinan Murad-Orno. Kalau lihat poin-poin dan simak beberapa pernyataan para anggota DPRD Maluku, mereka telah menilai kalau Pak Murad dan pak Orno ini gagal,”ujarnya.
Dari situ, lanjutnya, memunculkan berbagai pertanyaan publik bahwa atas dasar apa DPRD Maluku mengklaim bahwa kepemimpinan Murad Ismail-Barnabas Orno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur itu gagal.
“Karena kalau menurut saya, penilaian kesuksesan atau kegagaln disuatu pemerintahan baik secara nasional atau skala Provinsi, mestinya harus dilakukan secara keseluruhan tidak bisa hanya tertuju pada satu aspek tertentu,”paparnya.
Dikatakannya, ada beberapa anggota DPRD Maluku yang mengklaim Guberur gagal memimpin tapi penilaiannya hanya merujuk terhadap aspek pendidikan. Menurutnya jika seperti itu otomatis bisa dikatakan keliru.
“Jika merasa sector pendidikan tidak maju, mestinya anggota DPRD menyarankan kepada Gubernur untuk mengevaluasi Kepala Dinas Pendidikan, bukan melihat satu faktor saja lalu menyimpulkan kalau gubernur itu gagal,”terangnya.
“Ada juga yang menuding bahwa Pak Gubernur gagal, tapi indicator yang ia soroti hanya aspek Kesehatan. Kalau seperti ini namanya keliru. Sebab, tidak bisa menilai keberhasilan atau kegagalan hanya dengan satu aspek saja,”sambungnya.
Berkaitan dengan eksistensi penyelenggara daerah Maluku, dalam pasal 18 bab enam UUD 1995, telah jelas dan tegas menyatakan bahwa instrument pemerintah daerah itu ada legislative dan ada eksekutif serta yudikatif.
“Kalaupun anggota DPRD Maluku yang notabenenya sebagai instrument legislative menuding bahwa eksekutif gagal, maka secaraotomatis anggota DPRD telah menuding dirinya sendiri bahwa mereka juga gagal,”ungkapnya.
Olehnya itu, kata Saiful, jika penilaian gagal diberikan dalam masa pemerintahan Murad ismail sebagai Gubernur, maka kegagalan itu juga ada pada DPRD Maluku, karena tidak mampu memberikan solusi terbaik terhadap kepemimpinan eksekutif.
“Makanya saya katakana tudingan gagal itu tidak mendasar. Sebab Gubernur Maluku juga belum mengakhiri periodesasi kepemimpinannya. Jadi kesimpulan gagal atau tidak itu nanti diakhir, tidak bisa dinilai sekarang. Dan itu harus disimpulkan berdasarkan semua aspek,”tutupnya. (*)